Usiaku delapan belas, kurang-lebih setara satu abad dongeng, ketika aku berciuman untuk pertama kalinya. Saat itu tahun seniorku di sebuah sekolah di Brooklyn, tempatku mendaftar tak lama setelah dua tahun jungkir balik di Hinterland. Aku mendambakan kenormalan, aku mendambakan rutinitas. Jujur, aku punya gambaran tentang diriku yang memakai sweter sewarna daun dan belajar di perpustakaan berpa…