Text
laskar pelangi
Kisah apik Laskar Pelangi dimulai di desa Gantung di Belitong. Sekolah Muhammadiyah, sebuah sekolah miris, sedang memulai tahun ajaran baru. Miris karena gedungnya sudah sangat tua dan bisa rubuh kapan saja. Miris karena di malam hari gedungnya dipakai jadi kandang ternak. Miris karena atapnya yang bocor dan lebih miris lagi kapur basah saja harus dijemur lagi karena tak ada dana untuk membeli kapur, padahal kapurnya basah karena atapnya bocor!
Singkat cerita, 10 anak diterima jadi siswa baru mereka, sepuluh laskar pelangi yang warna dan kisahnya akan jadi cerita di novel ini. Mereka ialah Ikal (sang penulis sendiri), Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong, Trapani, Borek, Syahdan, Kucai dan Harun. Mereka semuanya adalah anak melayu pesisir yang habis dilibas kemiskinan. Semuanya serba susah dan serba terbatas.
Ironi kisah ini ditambah lagi dengan kesenjangan sosial yang terjadi di Belitong saat itu. Sesungguhnya bukan miskin pulau Belitong itu! Timah-timah melimpah bersembunyi di dalam tanah. Nikmat sekali orang PN Timah mengeruk harta pulau itu. Mereka yang bekerja untuk PN Timah pun turut hidup bahagia sejahtera di dalam gedong-gedong perumahan.
Tapi kekayaan Belitong tak menjadi nikmat bagi kebannyakan penduduk melayu yang tinggal disana. Mereka tetap hidup miskin dan serba berkekurangan. Bahkan kebanyakan anak disana tidak bisa bersekolah karena harus ikut banting tulang mencari makan.
Salah satu highlight di novel ini adalah Pak Harfan dan Bu Muslimah. Meskipun mereka tak lepas dari kemiskinan, mereka tetap dengan tulus hati mendidik para Laskar Pelangi di sekolah Muhammadiyah itu dengan gaji seadanya. Bahkan karena gajinya tak cukup, mereka terpaksa mencari cara lain untuk menyambung hidup. Bu Mus misalnya, terpaksa part-time menjadi tukang jahit untuk menambah pemasukan. Tapi walau kehidupan mereka begitu berat, Pak Harfan dan Bu Muslimah berhasil menanamkan pentingnya nilai pendidikan bagi siswa mereka. Guru-guru hebat ini berhasil mengajarkan muridnya untuk berani bermimpi.
Novel ini banyak bercerita tentang bagaimana kemiskinan tidak menyurutkan semangat anak-anak melayu kampung di pelosok belitong itu. Lintang misalnya - yang menjadi banyak sorotan - harus menempuh jarak 80 kilometer pulang pergi jika ingin bersekolah. Tidak hanya sampai disitu, dia juga harus bertaruh nyawa karena di tengah jalan dia masih perlu berhadapan dengan buaya!
Berbicara tentang Lintang, jangan sampai salah! Justru Lintang-lah yang kemudian menjadi murid paling cemerlang di sekoalah itu. Bahkan kecerdasanya melampai anak-anak SD PN Timah, sekolah elit dengan fasilitas serba ada. Hal ini terbukti karena Lintang, Ikal, dan Sahara menang beradu cemerlang dengan anak-anak SD PN Timah di lomba cerdas cermat. Apik, bukan?
Namun duka menimpa, meskipun cerdas, keadaan membuat Lintang terpaksa berhenti bersekolah. Ayahnya yang seorang nelayan hilang ketika melaut, tak pernah kembali lagi. Terpaksa Lintang menggatikan ayahnya untuk mencari nafkah dan membesarkan adiknya. Kalau dilihat, tak banyak sesungguhnya yang bisa dicita-citakan anak-anak miskin didikan Bu Mus itu, tapi cita-citanya yang tak seberapa itupun harus ditepis lagi karena nasib memang sedang tak enak badan.
Novel Laskar Pelangi adalah cerita tentang bagiamana kesepuluh anak-anak miskin melayu ini menjalani hidup di tengah segala keterbatasan, namun tetap berani bermimpi. Kisah mereka dipenuhi dengan suka, duka, nestapa, dan tentu saja jenaka. Kisah ini menceritakan bagaimana ketulusan hati dan integritas seorang Pak Harfan dan Bu Mus berbuah manis, hingga anak-anak didik mereka menjadi orang-orang hebat.
Tidak tersedia versi lain